Pagipagi sekali, Zul sudah terbangun dari tidur nyenyaknya. Dengan cekatan ia memasak air di teko, menanak nasi, dan memanaskan sayur lodeh sisa semalam, lalu dia mengerjakan sholat Subuh. Dzikirnya terhenti ketika dia mendengar bunyi "nyiiit" yang menandakan air sudah mendidih.
ResensiNovel Tere Liye Matahari [Dijamin Baper] Novel Tere Liye - adalah novelis produktif dan berbakat yang tentu tak asing di jagat sastra Indonesia. Walau hampir tak pernah mencantumkan biografi dalam setiap novelnya, paling tidak dari beberapa sumber tertentu bisa diketahui ternyata nama pena ini diambil dari Bahasa India bermakna untukmu.
Saatkau sama sekali tak pernah bisa menduga, isi kepala, hati dan airmata.. Waktu itu, semua tak sesu. Pernahkah menduga menggigil di hujan malam? Saat kau sama sekali tak pernah bisa menduga, isi kepala, hati dan airmata.. Cerpen; Novel; Puisi; Gaya Hidup .
cash. Matahari Tak Terbit Pagi Ini Oleh Fakhrunnas MA Jabbar Orientasi Pernahkah kau merasakan sesuatu yang biasa hadir mengisi hari-harimu, tiba-tiba lenyap begitu saja. Hari-harimu pasti berubah jadi pucat pasi tanpa gairah. Saat kau hendak mengembalikan sesuatu yang hilang itu dengan sekuat daya, namun tak kunjung tergapai. Kau pasti jadi kecewa seraya menengadahkan tangan penuh harap lewat kalimat doa yang tak putus-putusnya. Bukankah kau jadi kehilangan kehangatan karena tak ada helai-helai sinar ultraviolet yang membuat senyumnya begitu ranum selama ini. Matahari bagimu tentu tak sekadar benda langit yang memburaikan kemilau cahaya, tetapi sudah menjadi sebuah peristiwa yang menyatu dengan ragamu. Bayangkanlah bila matahari tak terbit lagi. Tidak hanya kau tapi jutaan orang kebingungan dan menebar tanya sambil merangkak hati-hati mencari liang langit, tempat matahari menyembul secara perkasa dan penuh cahaya. Kaulah matahari itu, bidadariku. Berhari-hari kau merekat kasih hingga tak terkoyak oleh waktu, tiba-tiba kita harus berpencar di bawah langit menuju sudut-sudut yang kosong. Kekosongan itu kita bawa melewati jejalan kesedihan. Kita harus terpisah jauh menjalani kodrat diri yang termaktub di singgasana luhl mahfudz. Semula kita begitu dekat. Lantas terpisah jauh oleh lempengan waktu. Kita mengisi halaman-halaman kosong kehidupan kita dengan denyut nadi. Sesudahnya, kita bertemu bagai angin mengecup pucuk-pucuk daun dan berlalu begitu mudah. Dan kita pun bertemu lagi dengan perasaan yang asing hingga kita begitu sulit memahami siapa diri kita sebenarnya. Di ruang kosong yang semula dipenuhi pernik cahaya matahari, kita bertatap muka penuh gairah. Di penjuru ruang kosong itu bergantungan bola-bola rindu penuh warna dan aroma. Bola-bola itu bergesekan satu dengan lain mengalirkan irama-irama lembut Beethoven atau Papavarotti. Irama itu menyayat-nyayat hati kita hingga mengukir potongan sejarah baru. Bagaikan sepasang angsa putih yang menari-nari di bawah gemerlapan cahaya langit, sejarah itu terus ditulisi berkepanjangan. Lewat ratusan kitab, laksa aksara. Namun, setiap perjalanan pasti ada ujungnya. Setiap pelayaran ada pelabuhan singgahnya. Setiap cuaca benderang niscaya ditingkahi temaram bahkan kegelapan. Andai sejarah boleh terus diperpanjang membawa mitos dan legendanya, maka dirimu boleh jadi termaktub pada pohon ranji sejarah itu. Boleh jadi, kau akan tampil sebagai permaisuri ataupun Tuanku Putri yang molek. Mungkin, berada di bawah bayang-bayang Engku Putri Hamidah, Puan Bulang Cahaya atau pun siapa saja yang pernah mengusung regalia kerajaan yang membesarkan marwah perempuan.
by pixabay Cerpen “Matahari Tak Terbit Lagi”Cerpen “Matahari Tak Terbit Lagi” karya Fakhrunnas Jabbar ini bertemakan romantis karena menceritakan tentang seorang tokoh yang memiliki kerinduan terhadap seseorang yang dikasihinya, mereka berpisah karena takdir yang tak bisa ditolak. Tokoh utama dalam cerpen ini memiliki karakter yang romantis dan pengertian. Hal ini tampak dari perkataannya yang berbunga-bunga dan kata-kata yang sifatnya melebih-lebihkan. Dan terdapat juga sosok orang kedua yang digambarkan sebagai bidadari dan memiliki karakter setia dan tabah. Hal ini tampak dari perkataannya ”Aku takut bila aku berubah. Tapi tak akan pernah, pangeranku.”Alur dalam cerpen ini menggunakan alur maju dikarenakan menceritakan tentang perasaan batin sang tokoh utama yang kehilangan orang yang dikasihinya. Latar tempat pada cerita ini berada di kamar dan ruang kosong. Hal tersebut dapat diperjelas dengan narasi "Di ruang kosong yang semula dipenuhi pernik cahaya matahari, kita bertatap muka penuh gairah." Dan "Kau menatap langit-langit kamar sambil membisikkan untaian puisi yang kau tulis dengan desah napasmu." Latar waktu pada pagi hari. Latar suasana yang menyedihkan dan mengecewakan. Dalam cerita ini banyak menceritakan isi hati sang tokoh utama yang tidak pasti dimana dan kapan kejadiannya. Sudut pandang dalam cerita ini menggunakan sudut pandang orang pertama karena bercerita tentang isi hati, keresahan, dan juga perasaan sang tokoh yang bisa didapat dari cerpen ini adalah betapa berartinya seseorang yang dikasihi, kehilangan seseorang dapat menyebabkan hidup menjadi tidak bermakna dan menjalani hari-hari dikehidupan begitu ini ditulis oleh Fakhrunnas Jabbar beliau seorang sastrawan dan akademikus asal Indonesia yang lahir pada tanggal 18 Januari 1959. Karya-karya beliau berupa esai, cerpen, dan puisi yang dipublikasikan di Horison, Panji Masyarakat, Sinar Harapan, dan lain-lain. Pada tahun 2019 dia terpilih sebagai salah satu penyair yang diundang dalam Pertemuan Penyair Nusantara yang diikuti oleh para sastrawan Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan juga Indonesia.
cerpenKata pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat serta karunianyakepada kami sehingga dapat menyelesaikan cerpen ini tepat pada waktunya. Cerpen ini berjudul "MATAHARITAK TERBIT PAGI INI". Kami menyadari bahwa cerita ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran darisemua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan cerpen ini. Semoga cerpenini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalampenyusunan cerpen ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala urusan Depok, 2021 widia lestari PenulisDaftar IsiKata Pengantar…………………………………………. 2Daftar isi……………………………………………………. 3Isi cerpen ● Yang berstruktur orientasi……………………… 4-5● Yang berstruktur rangkaian peristiwa…….. 6-7● Yang berstruktur komplikasi…………………… 8● Yang berstruktur resolusi..………………………. 9Biografi……………………………………………………….. 10Matahari Tak Terbit Pagi Ini Oleh Fakhrunnas MA JabbarPernahkah kau merasakan sesuatu yang biasa hadir mengisi hari-harimu, tiba-tiba lenyap begitu pasti berubah jadi pucat pasi tanpa gairah. Saat kau hendak mengembalikan sesuatu yanghilang itu dengan sekuat daya, namun tak kunjung tergapai. Kau pasti jadi kecewa seraya menengadahkantangan penuh harap lewat kalimat doa yang tak kau jadi kehilangan kehangatan karena tak ada helai-helai sinar ultraviolet yang membuatsenyumnya begitu ranum selama ini. Matahari bagimu tentu tak sekadar benda langit yang memburaikankemilau cahaya, tetapi sudah menjadi sebuah peristiwa yang menyatu dengan ragamu. Bayangkanlah bilamatahari tak terbit lagi. Tidak hanya kau tapi jutaan orang kebingungan dan menebar tanya sambilmerangkak hati-hati mencari liang langit, tempat matahari menyembul secara perkasa dan penuh matahari itu, bidadariku. Berhari-hari kau merekat kasih hingga tak terkoyak oleh waktu, tiba-tibakita harus berpencar di bawah langit menuju sudut-sudut yang kosong. Kekosongan itu kita bawa melewatijejalan kesedihan. Kita harus terpisah jauh menjalani kodrat diri yang termaktub di singgasana luhlmahfudz. Semula kita begitu dekat. Lantas terpisah jauh oleh lempengan mengisi halaman-halaman kosong kehidupan kita dengan denyut nadi. Sesudahnya, kita bertemubagai angin mengecup pucuk-pucuk daun dan berlalu begitu mudah. Dan kita pun bertemu lagi denganperasaan yang asing hingga kita begitu sulit memahami siapa diri kita ruang kosong yang semula dipenuhi pernik cahaya matahari, kita bertatap muka penuh penjuru ruang kosong itu bergantungan bola-bola rindu penuh warna dan aroma. Bola-bola itubergesekan satu dengan lain mengalirkan irama-irama lembut Beethoven atau Papavarotti. Iramaitu menyayat-nyayat hati kita hingga mengukir potongan sejarah baru. Bagaikan sepasang angsaputih yang menari-nari di bawah gemerlapan cahaya langit, sejarah itu terus ditulisiberkepanjangan. Lewat ratusan kitab, laksa aksara. Namun, setiap perjalanan pasti ada pelayaran ada pelabuhan singgahnya. Setiap cuaca benderang niscaya ditingkahi temarambahkan sejarah boleh terus diperpanjang membawa mitos dan legendanya, maka dirimu boleh jaditermaktub pada pohon ranji sejarah itu. Boleh jadi, kau akan tampil sebagai permaisuri ataupunTuanku Putri yang molek. Mungkin, berada di bawah bayang-bayang Engku Putri Hamidah, PuanBulang Cahaya atau pun siapa saja yang pernah mengusung regalia kerajaan yang membesarkanmarwah tiba-tiba jadi kehilangan sesuatu yang begitu akrab di antara kutub-kutub kosong itu. Kusebut saja, kutub rindu. Aku tak mungkin menuangkan tumpukanwarna di kanvas yang penuh garis dan kata ibarat sebab lukisan agung ini tak kunjung selesai. Masih diperlukan banyak sentuhan kuas dan cairan cat warna-warnihingga lukisan ini mendekati sempurna. Kita telah menggoreskan kain kanvas kosong itu sejak mula hingga waktu jeda yang tanpa ingatkah kau bagaimana langit-langit kamar itu penuh getar dan kabar. Tiap pintu dan tingkap dipenuhi ikrar kita. Dan bola lampu temaram memburaikanjanji-janji. Sebuah percintaan agung sedang dipentaskan di bawah arahan sutradara semesta. Kau membilang percik air yang berjatuhan di danau kecil di sudutpekarangan jiwa dalam kecup dan harum tubuh kita terguyuri embun yang terbang menembus kisi-kisi tingkap hingga tubuh kita jadi dingin. Malam-malam penuh mimpi dan keceriaan bagaikansepasang angsa yang mengibas-ngibaskan bulu-bulu beningnya. Kau redupkan cahaya lampu di tiap penjuru hingga sejarah dapat dituliskan secara khidmat danpenuh makna. Kau menatap langit-langit kamar sambil membisikkan untaian puisi yang kau tulis dengan desah napasmu. Kita merecup semua getar iramapercintaan itu tiada itu siapa pun tak butuh matahari. Sebab, ada bulan yang bersaksi. Kita hanya butuh setitik cahaya guna penentu arah belaka. Selebihnya sunyi menyebat kitadan tiupan angin yang melompat lewat kisi-kisi jendela yang agak terdedah. Dengan apakah kulukiskan pertemuan kita, Kekasih? Chairil sempat bertanya tak cukup kata memberi makna, katamu. Dan isyarat sepasang angsa yang saling menggosokkan paruh-paruhnya. Bagaikan peladang kita pun sudah pulabertanam dan menebar benih. Kelak, katamu, akan ada buah yang bakal dipetik●sebagai kebulatan hati yang begitu mudah terjadi tanpa paksa dan kita pun terus saja bertanam agar daun-daun yang bertumbuh kelak dapat menangkap fotosintesa matahari. Di tiap helai daun itu bermunculan namakita sebagai sebuah keabadian. Andai matahari tak terbit lagi saat pagi merona, kita masih menyimpan sedikit cahaya di helai-helai daun yang berguncangdihembus angin sepanjang matahari tak terbit pagi ini. Bagai aku kehilangan dirimu yang berhari-hari menangkap cahaya hingga memekarkan kelopak bunga di ini penuh wangi dan warna. Penuh hijau daun dan kupu-kupu yang menyemai spora di mahkota saat kau berada jauh kembali ke garis hidupmu, aku begitu ternganga sebab cahaya tak ada. Memang, tak pernah matahari tak terbit memeluk bagi kita, kala berada jauh, keadaan begitu gelap dan sunyi tiba-tiba. Kita merasa begitu kehilangan. Kita merasa ada yang terenggut tanpa sengaja. Serasaada yang tercerabut dari akar yang semula menghunjam jauh di bagaikan orang tak punya pilihan saat berada di persimpangan tak bertanda. Syukurlah, kita tak pernah kehilangan arah tempat bertuju di perjalananberikutnya. Hidup ini penuh gurindam dan bidal Melayu yang memagari ruang dan langkah kita menuju titik terjauh yang harus dilompati. Kata-kata yangberdesakan di bait puisi dan lirik lagu menebar wangi kutemui wanita seperti dirimutakkan kudapatkan rasa cinta inikubayangkan bila engkau datangkupeluk bahagia kan dakukuserahkan seluruh hidupkumenjadi penjaga hatikuSuara Ari Lasso lewat “Penjaga Hati” itu mengalir pelan-pelan dari tembok-tembok kegelapan yang mengepungku. Benar kata emak dulu, kita akan tahu akanmakna sesuatu ketika ia telah berlalu. Apalagi berada jauh yang tak tak terbit pagi ini. Begitulah kita merasakan saat diri kita berada di kutub yang berjauhan. Diperlukan garis waktu untuk mempertemukan keduatebing kutub itu. Atau, kita harus kuat merenangi laut salju yang kental atau menyelam di bawah bongkahan es yang dingin menyengat tubuh. Begitudiperlukan segala daya untuk menemukan sesuatu yang lenyap begitu cepat saat diri memerlukan setitik perasaanmu kini? Kau telan kesendirian itu di kejauhan sambil berharap matahari akan bercahaya segera menerangi kisi-kisi hati yang tersaput luka rindukita. Andai kita bisa menolak gumpal awan dan menyeruakkan matahari kembali, begitulah takdir yang hendak kita bentangkan di kitab sejarah sepanjangmasa. Tapi, kita akan cepat lelah. Menyeruakkan awan untuk menyembulkan garang matahari bukanlah hal yang mudah. Kita butuh sejuta tangan dan cakaruntuk menaklukkan segenap awan dan matahari ingat kan, kisah Qays dan Laila atau Romeo dan Juliet yang memburaikan banyak kenangan bagi jutaan orang. Kau pun ada dalam bagian kisah yang takpernah lekang di panas dan lapuk di hujan itu. Selalu ada manik-manik kasih mengalir di samudra kehidupan yang mahaluas ini. Meski kadangkala suaramutersekat melempar tanya kala anugerah kasih ini terbit di ujung usia. Tak bolehkah kita mereguk kebahagiaan di sisa waktu yang masih tersedia meski semuajalan yang terbuka di depan bagai tak berujung jua. ”Aku takut bila aku berubah. Tapi tak akan pernah, pangeranku,” ucapmu panjang waktu itu mendedahkan kemungkinan-kemungkinan yang sulit diraba. Banyak ancaman yang siap mengepung kita hingga merobek tabir kesetiaan tak kasat-mata. Hanya ada di bilik hati. Ingin aku menjenguk bilik hatimu setiap saat, tapi tak bisa. Pintu hati itu tak setiap waktu bisa kau bangun esok pagi, nankan selalu matahari akan terbit seperti janji yang diucapkannya pada semesta. Di helai cahaya matahari itu selalu adakehangatan yang meresap di keping-keping Widia lestariDipanggil widiaLahir di Depok, Jawa Barat10 Agustus 2005Anak ke 2 dari pasangan ayah Rudy, dan Ibu EdahSaya SD di SDN RAWA DENOKSMP DI SMPN 9 DEPOKSekarang saya kelas X sepuluh di SMK Al-MuhtadinHobby saya bermain basket, foto-foto, make up you
sinopsis cerpen matahari tak terbit pagi ini